Selasa, 28 April 2015

Review “Guru Bangsa Tjokroaminoto”

Garin Nugraha sang sutradara telah menciptakan film “Guru Bangsa Tjokroaminoto” yang membuat kita kembali mengingat sejarah yang telah lama terjadi yaitu film tentang biografi Hadji Oemar Said Tjokroaminoto atau sering disebut Jang Oetama Tjokroaminoto yang diperan kan oleh (Reza Rahardian). Tjokro lahir dari kaum bangsawan jawa yang ramah terhadap siapapun namun waktu kecil tjokro yang sebagai anak bangsawan tidak membuat tjokro senang hati karena pada masa itu banyak warga miskin yang bekerja untuk belanda sering mendapatkan siksaan, pada suatu ketika tjokro melihat seorang pekerja kapas yang sudah tua yang dijadikan budak Belanda, sedang disiksa oleh seorang pimpinan Belanda karena kesalahan kakek tersebut, dari tumpahan darah yang menetes pada kapas-kapas yang berada di tempat tersebut, kejadian tersebut sangat membekas di hati tjokro.
Memang sudah dari kecil tjokro sudah sering melihat ketidakadilan yang terjadi di kampungnya tersebut seperti hanya kaum bangsawan lah yang dapat sekolah di sekolah-sekolah belanda. Setelah menginjak dewasa, Tjokro menikahi anak seorang bupati di Ponorogo, Hindia Timur, bernama Suharsikin di tahun 1904. Tjokro bekerja kepada Belanda dan pada suatu ketika di tengah-tengah pekerjaanya satu kejadian seorang pekerja dari pribumi diperlakukan semena-mena oleh Belanda sangat mengusik hatinya. Tjokro dengan tegas menentang Belanda yang seenak nya memberikan hukuman kepada pekerja yang bekerja untuk nya itu  dan memutuskan berhenti bekerja untuk Belanda meski pun setelah berhenti bekerja tjokro mendapatkan tentangan dari Mertuanya yaitu (Sudjiwo Sutejo dan Maia Estianty). Tjokro memutuskan untuk hijrah karena tjokro mendapatkan amanat dari kiyai atau guru ngaji nya jika mau menjadi yang lebih baik hijrah lah kamu yang berarti hijrah itu adalah berpindah ke tempat yang lebih baik dari tempat sebelumnya seperti yang di lakukan oleh nabi Muhammad SAW, kota Semarang jawa tengah lah menjadi tempat hijrah pertama Tjokro, disana tjokro bertemu dengan tokoh penting, dan ia memutuskan untuk hijrah yang kedua kalinya ke Surabaya di tahun 1906. Di Surabaya tjokro bertemu dengan Hasan Ali dan bekerja sebagai penuliskoran  Bintang Soerabaja, dalam koran yang ia tulis Tjokro selalu menceritakan dan mengkritik pemerintahan Belanda itu harus di tentang. Kemudian pada tahun yang sama tjokro pun bertemu dengan Hasan Ali.

Pada saat itu tjokro belum mengikuti organisasi apapun karena menurutnya organisasi yang ada yaitu  organisasi Boedi Oetomo hanya mengayomi dari kaum priyai saja. Pada tahun 1912, datang orang yang di suruh oleh H. Samanhoedi yang menyampaikan pesan bahwa Belanda membekukan perkumpulan kita kepada Tjokroaminoto dan Tjokroaminoto diminta untuk menjadi Pimpinan Sarekat Dagang Islam yang bertempat di Surabaja karena dianggap perkumpulan itu berbahaya dan menghasut. 26 Januari 1913, Haji Oemar Said Tjokroaminoto resmi terpilih sebagai pemimpin Sarekat Dagang Islam Soerabaja dan mengubah nama organisasi tersebut dari Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam. Dalam pidato perdananya Tjokro mengajak dua juta anggota SI untuk melawan ketertindasan dari Pemerintahan Belanda “Kita yang tadinya seperti air mengalir harus menjadi banjir yang deras agar rakyat tidak dipandang 1/4 manusia”.

Rumah Peneleh yang juga Rumah Tjokro dijadikan tempat kos-kosan dan tempat berkumpulnya para pemuda yang memiliki potensi dan pendidikan saat itu yakni, Agus Salim (Ibnu Jamil), Semaoen (Tanta Ginting), Musso (Ade Firman Hakim) dan Kusno/Soekarno (Deva Mahendra). Dari rumah inilah kebangkitan ini mulai tercipta, masyarakat menyadari akan ketertindasanya oleh Belanda dan harus melakukan perlawanan dan tidak dianggap 1/4 manusia. Perkembangan SI pun semakin pesat namun mengalami perpecahan karena mengalami perbedaan pandangan antar kelompok.

Dalam film ini terdapat sosok stela yang di perankan oleh (chelsea islan) sebagai anak dari kaum pribumi dan kaum tionghoa yang memohon kepada tjokro agar menjelaskan statusnya sebagai orang dari kaum pribumi juga. Setelah perjuangan tjokro yang berhijrah dari satu kota ke kota lain tjokro pun datang ke sebuah tempat dan menuliskan didinding atas penjara HIDJRAH yang berarti jika orang yang keluar dari penjara itu telah berhijrah ke tempat yang lebih baik. Setelah beranjak dewasa anak tjokro pun yang bernama Oetari menikah dengan soekarno yang saat itu menjadi istri pertama dari soekarno.
Pada saat tjokro ingin berpidato di depan perkumpulan Sarekat Islam istri tjokro yang sedang sakit pun sakit nya menjadi semakin parah, dan pada saat tjokro menyampaikan pidato nya di tengah-tengah pidato tjokro diberitahukan untuk menengok sebentar istri nya yang sakit dan melihat keadaaan istri nya yang sudah meninggal dunia, yang membuat kesedihan semua para peserta pidato pada saat itu. Tjokroaminoto pun di tangkap oleh belanda dan di penjara, setelah 6 bulan di penjara tjokro pun di keluarkan karena di dakwa tidak bersalah. Tjokroaminoto meninggal pada tahun 1934 di Yogyakarta.

Dengan menonton film ini kita kembali diingat kan akan sejarah yang telah terjadi akan kebesaran perjuangan bangsa ini untuk menjadikan sebuah bangsa Indonesia sehingga menjadikan kita lebih menghargai akan pejuang-pejuang pada saat itu dan kata kata yang akan selalu diingat dan menjadi penyemangat pada saat itu yaitu Satyagraha,Ijo royo-royo,sama rasa sama rata, setinggi-tinggi ilmu sebersih-bersih tauhid dan sepintar-pintar siasat dan menjadikan komunikasi sebagai pemersatu bangsa..





Agung Andin Pratama
Periklanan 2A
Kominikasi Massa


Tidak ada komentar:

Posting Komentar